Jumat pagi. Murid
saya yang satu ini memang super sibuk. Setelah sekian lama akhirnya ia bisa
meluangkan waktu untuk bertemu lagi dan belajar bersama. Ini adalah pertemuan
kami yang ke dua. Ia adalah seorang manajer di salah satu perusahaan retail
yang cukup besar di Sidoarjo. Dengan bahasa Inggris yang lancar, walaupun
dengan aksen Sidoarjo yang kental (tentu karena dia orang Sidoarjo), ia
menceritakan salah satu alasan utama mengapa ia mengambil les privat yang saya
lakukan. Tentu setelah saya bertanya (dalam bahasa Inggris), “Ibu bahasa
Inggrisnya lancar sekali. Kenapa ibu merasa perlu kursus?”
Alkisah
saat ini ia dipimpin oleh seorang bos baru. Seorang perfeksionis berkebangsaan
Inggris. Selain perfeksionis, ia dikenal kerap kali mengoreksi bahasa Inggris
karyawan atau bawahannya di depan karyawan lain. Hal ini yang membuat banyak
karyawan takut berbicara di depannya. Bukan karena mereka tidak bisa. Tapi
karena mereka takut salah dan takut dipermalukan di depan umum. Ini lah alasan
mengapa ia (yang sebenarnya sudah memiliki ketrampilan berbicara dalam bahasa
Inggris yang cukup baik) tiba-tiba kehilangan kepercayaan diri. Belum lagi
ditambah ia baru saja kehilangan anak-anak kesayangannya karena sakit.
Dengan
kritis saya langsung berpikir, “Saya yakin pasti bos murid saya ini frustasi
kalau memang benar bawahannya tidak memiliki ketrampilan bahasa Inggris yang
cukup untuk memungkinkan komunikasi terjadi dengan lancar. Tapi sebagai seorang
penutur asli, apa iya ia sekejam itu dan tidak memaklumi kalau bahasa Inggris
bukan bahasa utama (bahkan ke dua) kita?” Pada kenyataannya memang banyak orang
yang memaklumi keadaan ini. Dengan lemah lesu dan tidak bertenaga murid saya
menyelesaikan ceritanya. Otak saya langsung berkata, “Saya tidak bisa
membiarkan dia pulang dari sini merasa rendah diri.”
Lalu
saya pun berkata pada ibu ini (tentu – lagi – dalam bahasa Inggris):
“Bu, Anda lebih pintar daripada bos Anda.
Kenapa? Coba bayangkan. Ibu menguasai setidaknya 3 bahasa, bahkan termasuk
bahasa yang sama sekali bukan milik (kebudayaan dan asal muasal) ibu, bahasa
Inggris. Ibu bisa bahasa jawa, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris. Ibu sudah
mengalami banyak proses (pemerolehan bahasa) yang tidak dialami
bos ibu. Sejak ibu kecil hingga sekarang (ibu ini sudah separuh baya). Coba
bayangkan lagi. Bos ibu mungkin lahir dan besar di Inggris. Menikah, tinggal,
dan berinteraksi dengan sesama penutur asli bahasa Inggris. Sementara ibu? Ibu
belajar, berusaha sampai akhirnya bisa 3 bahasa. Sementara dia tidak. Lihatlah
prestasi yang telah ibu capai. Lain kali jika ia mengoreksi ibu, katakan terima
kasih padanya. Tapi ingat, proses yang telah ibu lalui membuat ibu jauh lebih unggul
daripada dia. Katakan dalam hati, ‘I’m much better than you.’ Dengan begitu ibu
akan selalu merasa tenang.”
Saya mengakhiri kalimat terakhir dan murid
saya terlihat sedikit berkaca-kaca sambil mengangguk-angguk pasti. “Iya, ya… You are right,” ujarnya. Ada secercah harapan dalam pandangan matanya
yang tadinya sempat layu. Di akhir pertemuan kami ia pun melangkah pulang
dengan lebih semangat.
Sering
kali kita menganggap remeh kekuatan yang kita miliki sendiri. Saya tidak tahu
apakah ini hasil penjajahan selama lebih dari 300 tahun atau lebih hingga saat
ini, tapi kita seharusnya tidak menempatkan diri sebagai warga dunia kelas 2,
3, dan seterusnya. Apalagi ketika berhubungan dengan penguasaan bahasa.
Bayangkan orang-orang asing datang ke Indonesia melihat orang Indonesia
berbahasa Inggris. Tidakkah itu sesuatu yang menakjubkan? Sementara kita ke
negara mereka, tidak ada sedikit pun yang berbahasa Indonesia (kalaupun ada
jumlahnya tidak sebanyak penutur bahasa Inggris di Indonesia).
Jadi, tolong, kalau sekarang Anda sedang
belajar bahasa Inggris, jangan dulu merasa down atau rendah diri.
Hargai dan rayakanlah usaha dan kerja keras Anda. Tidak banyak dari penutur
asli bahasa Inggris yang tertarik belajar atau menguasai bahasa lain selain
bahasa ibu mereka. Percayalah, bahkan yang berprofesi sebagai guru bahasa
Inggris (di Indonesia khususnya). Atau bahkan yang telah lama tinggal di
Indonesia pun masih banyak yang ogah-ogahan untuk bisa menguasai
bahasa tempat ia berpijak. Jadi jika Anda tertarik mempelajari bahasa yang
bukan bahasa ‘asli’ Anda, bukankah ini hal yang menakjubkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar